Kelompok | Warna | Ketebalan (cm) | Keterangan |
1 | Putih mulus | 0,6 | Tidak Terkontaminasi |
2 | Putih keruh | 0,7 | Tidak Terkontaminasi |
3 | Putih susu | 0,8 | Tidak Terkontaminasi |
4 | Putih susu | 0,8 | Tidak Terkontaminasi |
5 | Putih susu | 0,8 | Tidak Terkontaminasi |
6 | Putih (Ada hijau) | 0,5 | Terkontaminasi oleh kapang |
Selasa, 07 Desember 2010
NATA DE COCO
Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)
Kamis, 02 Desember 2010
Survey Produk Pengalengan
Tugas Praktikum Tek. Pengalengan
Survey Produk Pengalengan
Oleh: Kelompok 4 SJMP 3A P2:
Devi Martanti; Fajria Endah S; M. Rino Apriyadi; Prawitia Widhyarini; Silvana Elysia
Teknologi pengalengan pangan merupakan salah satu teknik pengolahan dan pengawetan pangan yang sangat populer. Pengawetan dilakukan dengan proses pemanasan pada suhu tinggi. Industri pengalengan pangan saat ini berkembang sangat pesat dan memberikan kontribusi yang nyata dalam perekonomian dunia. Saat ini lebih dari 200 milyar makanan kaleng diproduksi di seluruh dunia setiap tahunnya.
Setelah diketahui bahwa dalam makanan kaleng terdapat resiko terjadinya pertumbuhan mikroba anaerobik yang sangat berbahaya bagi manusia, yaitu Clostridium botulinum, perhatian terhadap keamanan pangan makanan kaleng pun semakin tinggi. Banyak negara saat ini menerapkan peraturan keamanan pangan untuk makanan kaleng yang disterilisasi untuk mendapatkan jaminan kecukupan proses panas. Hal ini menuntut industri pengalengan untuk mampu mengevaluasi dan mendesain proses pengalengan yang dapat menjamin pencapaian kecukupan proses termal.
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa. Pada zaman dahulu pengalengan hanya dilakukan pada wadah yang terbuat dari lembaran baja yang berlapis timah atau gelas. Namun pada saat ini pengalengan bisa dilakukan pada wadah yang terbuat dari bahan plastik.
Dengan melakukan survey dapat diketahui proses termal yang digunakan pada produk pengalengan berdasarkan jenis kemasan dan karakteristik dari produk itu sendiri. Kegiatan survey produk pengalengan ini dilakukan di salah satu minimarket di Tegal Lega, Bogor barat pada tanggal 28 September 2009. Karena pada dasarnya minimarket ini mewakili minimarket yang berada di daerah bogor dan lainnya.
Dari hasil survey diketahui kemasan produk pengalengan yang ada di minimarket yaitu PET, kaleng, tetrapack, retort pouch, gelas, cup plastik, jar, dan plastik rigid. Dari masing-masing kemasan tiap produk mendapatkan perlakuan proses termal yang berbeda sesuai dengan karakteristik produk dan tingkat keasaman produk. Proses thermal yang diberikan ada 4 jenis sesuai dengan kriteria suhu, waktu, dan tujuan pemanasan yaitu hot filling, pasteurisasi, sterilisasi komersial, sterilisasi aseptik (UHT).
Kemudian akan dibahas hubungan antara proses termal yang diberikan dengan karakteristik produk dan tingkat keasaman produk berdasarkan produk.
1. Minyak Goreng
Karakteristik dari minyak goreng yaitu proses pengolahan minyak goreng sebelum dikemas telah melalui proses RBDPO (Refining Bleching Deodorize Palm Oil) sehingga proses termal yang digunakan yaitu hot filling. Kemasan yang digunakan yaitu retort pouch karena kontak panas produk pada saat hot filling tidak menyebabkan kemasan rusak atau meleleh.
2. Selai
Terdapat dua jenis produk selai yaitu yang berasam rendah dan berasam tinggi mendapatkan perlakuan termal hot filling dan kemasan dikondisikan steril. Kemasan yang digunakan yaitu cup plastik, retort pouch dan jar karena proses termal yang digunakan cukup untuk mengawetkan produk yang bersifat asam tidak merusak kemasan yang digunakan, penambahan gula pada proses produksi menyebabkan produk lebih awet, pemilihan cup plastik, retort pouch atau jar hanya berdasarkan nilai ekonomis dan efisiensi.
3. Ikan Kaleng dan Kornet Sapi
Produk ikan kalengan dan kornet sapi bersifat asam rendah keduanya mendapatkan perlakuan termal hot filling dan sterilisasi. Kemasan dari produk ini adalah kaleng karena masa simpan produk tersebut cukup lama. Produk kornet sapi membutuhkan waktu yang lebih lama dalam proses sterilisasi daripada ikan kalengan karena pada produk ikan kalengan terdapat saus yang menjadi penghantar panas.
4. Jamur dan buah kaleng
Produk jamur kalengan bersifat asam rendah sedangkan buah kaleng bersifat asam. Proses termal yang digunakan pada produk jamur kaleng adalah hot filling dan sterilisasi. Buah kaleng menggunakan proses termal yaitu hot filling dan pasteurisasi. Perbedaan ini disebabkan tingkat keasaman yang berbeda dari tiap produk. Kemasan yang digunakan yaitu kaleng. Penyimpanan produk harus dilakukan pada suhu yang cukup rendah, seperti pada suhu kamar normal dengan kelembaban rendah. Akan menjadi lebih baik lagi bila disimpan pada lemari pendingin. Makanan kaleng sebaiknya tetap disimpan dalam ruang bersuhu rendah (di bawah 10 derajat Celcius) untuk mencegah kerusakan dan pembusukan.
5. Kecap Manis, Kecap Asin
Produk kecap memiliki sifat asam rendah mendapatkan perlakuan termal hot filling, dalam proses filling dapat digunakan hot filling atau cold filling sesuai jenis kemasan dan kemasan dikondisikan steril. Hal ini disebabkan penambahan gula pada proses produksi sehingga lebih awet. Kemasan PET digunakan cold filling bertujuan agar kemasan tidak rusak sedangkan kemasan lainnya menggunakan hot filling yaitu gelas dan retort pouch.
6. Saus sambal, saus tomat dan saus pasta.
Ketiga produk saus ini memiliki sifat asam sehingga proses termal yang digunakan yaitu hot filling karena terdapat penambahan gula dan garam yang dapat mengawetkan produk dan kemasan dikondisikan steril. Kemasan PET digunakan cold filling bertujuan agar kemasan tidak rusak sedangkan kemasan lainnya menggunakan hot filling yaitu gelas dan retort pouch.
7. Minyak wijen, Saus Tiram, Bumbu Tauco dan Bumbu pelezat cair.
Produk bumbu tauco memiliki sifat asam sedangkan tiga produk lainnya bersifat asam rendah. Proses termal yang digunakan yaitu hot filling, karena bumbu tauco bersifat asam, penambahan pengawet dan merupakan produk fermentasi sedangkan tiga produk lainnya dilakukan penambahan gula dan garam yang dapat mengawetkan produk. Kemasan yang digunakan adalah gelas dan PET.
8. Susu UHT, Susu Sterilisasi dan Susu Kental Manis.
Produk susu bersifat asam rendah sehingga proses termal yang digunakan bersuhu sterilisasi atau UHT (Ultra High Temperature). Kemasan yang digunakan yaitu tetrapack, kaleng, plastik rigid dan retort pouch yang memiiki masa simpan cukup lama. Karena masa simpan yang cukup lama maka mikroba tidak boleh ada dalam produk ini.
9. Minuman Berkarbonasi, Minuman Ringan, Minuman Berenergi dan Minuman Isotonik.
Produk ini bersifat asam dan rentan apabila kontak langsung dengan sinar matahari sehingga proses termal yang digunakan adalah hot filling. Karena produk yang bersifat asam, sehingga tidak memerlukan proses thermal dengan suhu yang tinggi. Kemasan yang digunakan adalah PET, tetrapack, dan kaleng.
10. Sirup
Produk ini bersifat asam karena diasamkan dan proses thermal yang digunakan yaitu hot filling, karena sebagian besar kandungan dari produk ini adalah gula yang dapat mengawetkan produk. Kemasan yang digunakan adalah botol gelas.
11. Susu Fermentasi.
Produk ini bersifat asam karena diasamkan akibat dari hasil samping fermentasi, sehingga tidak dilakukan proses termal tetapi kemasan yang dikondisikan dalam keadaan steril. Kemasan yang digunakan adalah plastic rigid.
12. Margarine
Produk ini bersifat asam rendah sehingga menggunakan proses sterilisasi. Kemasan yang digunakan adalah cup plastik dan retort pouch.
13. Santan
Produk ini bersifat asam rendah, mudah rusak dan ketersediaanya terbatas sehingga digunakan sterilisasi aseptik atau UHT agar produk lebih tahan lama. Kemasan yang digunakan adalah tetrapack.
Pada setiap proses thermal, suhu yang digunakan pada setiap kemasan berbeda-beda, yaitu retort pouch yang menggunakan proses sterilisasi komersial dengan suhu sepertiga sampai setengah lebih rendah dari waktu sterilisasi pada makanan kalengan dengan volume yang sama. Untuk suhu yang digunakan pada sterilisasi komersial pada makanan dengan asam rendah berkisar antara 116-121oC, sedangkan pada makanan yang berasam tinggi disterilkan menggunakan suhu pada titik terdingin yaitu 90-93oC selama beberapa menit kemudian didinginkan.
Produk dengan penambahan gula, garam, dan bahan pengawet tidak memerlukan proses thermal seperti pasteurisasi dan sterilisasi hanya menggunakan proses hot filling saja dan menggunakan cup plastik, jar, botol gelas, plastik rigid, PET, dan retort pouch. Produk yang bersifat asam rendah memerlukan proses thermal berupa hot filling, sterilisasi dan UHT dan menggunakan jenis kemasan kaleng, retort pouch, dan tetrapack. Produk yang bersifat asam tinggi memerlukan proses thermal berupa hot filling dan pasteurisasi dan menggunakan jenis kemasan PET, gelas, pastik rigid, dan kaleng. Waktu dan suhu yang berbeda untuk sterilisasi produk yang berasam rendah dan berasam tinggi.
Sumber:
http://www.unhas.ac.id/gdln/dirpan/pengalengan/Topik6/Modul/Subtopik%2062%20Kinetika%20mikroba.pdf.
www.unhas.ac.id/gdln/dirpan/pengalengan/Tinjauan/2tujuan.htm
www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1048136506,30028,
Alat-alat yang Biasa digunakan dalam Proses Pengalengan
Blancher
Blancher adalah alat yang digunakan untuk melakukan pemanasan atau blanching pada makanan sebelum proses pembekuan, pengeringan atau pengalengan. Proses blanching ini dilakukan pada suhu kurang dari 100o C selama beberapa menit dengan menggunakan air panas atau uap. Tujuan blanching tergantung dari proses yang akan dilakukan selanjutnya, diantaranya: (1) menginaktivasi enzim, (2) membersihkan bahan mentah dan mengurangi jumlah mikroba awal, (3) menghilangkan gas selular, mengurangi korosi pada kaleng, dan mencapai tingkat kevakuman headspace yang sesuai selama pengalengan, (4) melunakkan bahan sehingga memudahkan pengisian ke dalam wadah, (5) menghilangkan lendir, dan (6) memperbaiki tekstur terutama pada pangan yang didehidrasi. Namun, Blanching juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya dapat merusak vitamin yang tidak tahan terhadap panas dan nutrisi yang larut air. Selain itu, blanching yang berlebihan juga dapat menyebabkan kerusakan tekstur
Menurut Brennan et al. (1981), Blanching dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu blanching dengan menggunakan air panas dan blanching dengan menggunakan uap panas. Blanching dengan air panas dapat dilakukan dengan merendam bahan dalam air tersebut. Hal ini dapat dilakukan secara batch maupun kontinyu dengan menggunakan drum yang berotasi pada tangki penampung air, tipe sekrup, atau pipa. Air panas yang digunakan bisa diresirkulasi lagi. Perlakuan blanching dengan air panas ini dapat menyebabkan komponen bahan banyak yang terlarut dalam air sehingga air tersebut dapat mengubah flavor dari bahan.
Alat yang digunakan dalam proses ini adalah blancher. Prinsip kerjanya adalah panas yang disuplai oleh boiler dialirkan melalui pipa ke dalam bak yang berfungsi sebagai tempat pemanasan. Pengoperasian blancher yaitu mula-mula kran pada bagian bawah bak blancher ditutup, kemudian bak diisi dengan air sampai melewati pipa aliran panas pada bak. Kran aliran panas pada blancher dibuka. Uap panas dari boiler dialirkan ke dalam blancher dengan cara membuka kran uap panas boiler.
Pengaturan suhu dengan mengatur kran aliran panas pada bak dan ditentukan waktu prosesnya (Fellow, 1998). Blanching dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mempergunakan uap dan air (Frazier, 1998). Masing-masing cara mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri. Blancher uap menjamin kehilangan komponen gizi larut air lebih rendah, limbah sedikit, kemudahan membersihkan alat. Tapi disisi lain memiliki kekurangan, yaitu pembersih produk yang kurang baik, biaya kapital tinggi, kurang homogen, dan kurangnya efisien energi. Sedangkan blancher air mempunyai kelebihan yaitu biayanya lebih murah, efisiensi energi tinggi, tetapi mempunyai kekurangan adalah kemungkinan kehilangan zat gizi terlarut, limbah buangan air banyak, dan resiko kontaminasi terutama oleh bakteri termofilik. Bahan yang akan di blanching dimasukkan ke dalam keranjang bahan dan dimasukkan ke dalam air pada bak blancher. Kran uap panas pada boiler ditutup. Setelah proses selesai, air pada bak dibuang dengan cara membuka kran pada bagian bwah bak. Kran aliran uap panas pada bak blancher ditutup, alat dibersihkan. Fungsi blanching dalam pengalengan adalah untuk melayukan jaringan tanaman agar mudah dikemas, menghilangkan gas dari dalam jaringan (mengusir gelembung udara yang terperangkap dalam bahan), menginaktifkan enzim dan menaikkan suhu awal bahan sebelum disterilisasi. Jika terlalu banyak udara yang tertinggal dalam kaleng, suhu yang diinginkan mungkin tidak tercapai selama proses sterilisasi dan kemungkinan mikroorganisme masih hidup di dalam kaleng. Hampir semua bahan pangan yang berupa sayuran di blanching dengan cara dicelup dalam air mendidih atau diuapi, proses ini biasanya dilakukan dengan cara melewatkan bahan dalam suatu lorong uap dengan injeksi uap ke dalam. Pada beberapa macam sayuran tidak dibutuhkan blanching tetapi kebanyakan bahan pangan memerlukan proses ini. Memang lebih baik dilakukan blanching, tetapi perlu diperhatikan bahwa blanching yang kurang sempurna (underblanching)dapat lebih merusak dari pada tidak dilakukannya blanching. Panas yang diberikan tidak cukup untuk menginaktivasi enzim tetapi lebih merusak jaringan sehingga enzim dan substrat tercampur dan kerusakan enzimatis terjadi. Beberapa jenis enzim yang dimaksud antara lain lipoksigenase, polifenoloksidase, poligalakturonase, dan klorofilase. Juga ada enzim yang tahan panas seperti katalase dan peroksidase. Oleh karena itu harus diperhatikan waktu blanching, ukuran bahan pangan, waktu proses, dan metode pemanasan.
Exhauster
Exhauster adalah alat yang digunakan untuk membuat kondisi vakum pada headspace kaleng sebelum kaleng ditutup yang disebut dengan exhausting. Proses exhausting ini bertujuan mengurangi kadar oksigen dalam kaleng (terutama pada saat pemanasan dalam retort) sehingga mengurangi korosi, membatasi proses oksidasi oleh makanan, dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme aerobic yang akan menurunkan mutu dan keamanan.
Exhauster terdiri dari rantai (konveyor belt), pipa yang dilengkapi spreader, kran pengatur aliran uap panas, dan exhaust box. Prinsip kerja dari exhauster adalah dengan mengalirkan uap panas dari boiler melalui pipa yang dilengkapi spreader ke dalam exhaust box. Uap panas ini digunakan untuk mengusir udara pada headspace kaleng yang berjalan pada rel dalam exhauster. Waktu exhausting diset dengan mengatur kecepatan konveyor belt. Sedangkan suhu exhausting di set dengan cara mengatur kran uap pada exhauster.
Exhauster memiliki prinsip kerja yaitu uap yang disuplai oleh boiler, dialirkan melalui pipa ke dalam exhaust box. Uap panas ini digunakan untuk mengusir udara pada kaleng yang berjalan pada rel dalam exhauster.
Exhauster dioperasikan dengan cara terlebih dahulu menekan tombol on, kecepatan exhausting diatur dengan mengatur kecepatan rel. Selanjutnya uap panas dari boiler dialirkan melalui pipa. Suhu exhauster dapat diatur dengan mengatur kran uap. Bahan yang akan di exhausting dalam kaleng diletakkan pada rantai di bagian luar exhaust box. Tutup wadah kaleng diletakkan di belakang kaleng dan melewati rel bersama-sama, setelah keluar dari exhaust box kaleng segera ditutup. Setelah proses selesai aliran uap boiler dihentikan dank ran aliran uap panas ditutup, alat dimatikan dan dibersihkan.
Double Seamer
Pengalengan makanan adalah pengemasan yang bersifat hermetis (kedap), yaitu tidak adanya transfer senyawa dari dalam kaleng maupun ke dalam kaleng. Oleh karena itu, penutupan pada proses pengalengan menjadi sangat penting dimana penutupan yang tidak sempurna dapat menjadi sumber kerusakan pada produk. Penutupan kaleng pada percobaan ini dilakukan dengan menggunakan double seamer sehingga terbentuk lipatan ganda antara tutup kaleng dengan badan kaleng yang disebut double seamer. Double seamer adalah alat untuk menutup kaleng setelah melewati proses exhausting. Proses penutupan ini sangat penting karena daya awet produk dalam kaleng sangat tergantung dari keadaan kaleng.
Pelipatan kaleng (can seaming) ini dapat dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pelipatan dengan roll pelipat dan tahap pengepresan untuk merapatkan lipatan. Double seamer terdiri dari bagian-bagian seperti base plate, seaming chuck, dan rollpelipat. Kaleng diletakkan pada base plate dan posisinya diatur sampai seaming chuck menekan tutup atas kaleng.
Prinsip kerja alat ini adalah kaleng diletakkan dalam chuck penahan. Roll pelipat akan membentuk lipatan ganda di antara kaleng dengan tutup kaleng. Roll pengepres akan memperkuat lipatan yang telah dibentuk. Tutup kaleng segera dipasang pada kaleng segera setelah kaleng dan tutupnya keluar dari dalam exhausting box. Kaleng lalu dilewatkan pada double seamer, yang akan membengkokkan bagian pinggir tutup dan mulut kaleng bentuk gulungan. Gulungan tersebut kemudian dipipihkan sehingga membentuk suatu sugel tutup yang rapat, dan kedap udara. Setelah proses ini selesai, maka dilakukan proses sterilisasi menggunakan retort.
Retort
Retort adalah alat untuk mensterilisai bahan pangan yang sudah dikalengkan. Sterilisasi adalah proses termal yang dilakukan pada suhu tinggi >1000C dengan tujuan utama memusnahkan spora patogen dan pembusuk. Suatu produk dikatakan steril bila tidak ada satupun mikroba yang dapat tumbuh pada produk tersebut. Spora bakteri lebih tahan panas dibandingkan dengan sel vegetatifnya.
Prinsip kerja retort yaitu elemen pemanas pada retort akan memanaskan air membentuk uap panas. Uap panas ini akan mengusir udara dari dalam retort, sehingga terbentuk uap panas murni. Uap panas murni tersebut digunakan untuk memanaskan bahan yang terdapat dalam wadah. Jumlah panas yang diperlukan untuk sterilisasi yang memadai tergantung beberapa faktor antara lain ukuran kaleng dan isinya serta pH bahan makanan.Sterilisasi makanan lebih tepat disebut sterilisasi komersial, artinya suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang dapat menyebabkan kebusukan makanan. Pada kondisi penyimpanan renik tahan proses sterilisasi, tetapi tidak mampu berkembang biak pada suhu penyimpanan normal yang ditetapkan untuk makanan tersebut. Sterilisasi komersial mempunyai dua tipe yaitu tipe sterilisasi dalam kemasan (in batch sterilization), dimana bahan dan kemasan disterilisasi bersama-sama setelah bahan dikalengkan, dan tipe aseptic (in flow sterilization), dimana bahan dan kemasan disterilkan secara terpisah kemudian bahan dimasukkan ke dalam kemasan dalam ruangan steril atau kondisi aseptis.
Pasteurisasi, sebagaimana halnya blanching adalah proses termal yang dilakukan pada suhu kurang dari 1000C. Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi tergantung dari tinggi suhu yang digunakan (Belitz, 1999). Makin tinggi suhu pasteurisasi, makin singkat waktu yang diperlukan untuk pemanasannya. Tujuan utama proses termal dalam pasteurisasi adalah untuk menginaktifkan sel-sel vegetatif dari mikroba pathogen.Alat untuk melakukan pasteursasi adalah pasteurizer yang memiliki prinsip kerja sebagai berikut : bahan berupa cairan dialirkan ke heat exchanger sehingga terjadi pindah panas. Panas melalui plate dipindahkan dari air pemanas ke bahan. Air pemanas berasal dari tangki air yang dipanaskan dengan heat electric, kemudian dialirkan dengan arah yang berlawanan dengan arah aliran bahan. Lama pemanasan pada produk terjadi selama produk mengalir dalam holding tube. Jika proses dianggap kurang, maka bahan akan dikembalikan ke heat exchanger dan holding tube. Bahan keluar dari siklus dan masuk penampung produk jika proses sudah dianggap cukup. Pengaturan aliran dilakukan melalui katup pengatur. Pasteurisasi dapat dilakukan dengan menggunakan air panas yang dialirkan secara terputus (batch) dengan sistem suhu rendah dan waktu yang lama (Low Temperature Long Time), atau dengan menggunakan aliran air panas yang kontinyu dengan sistem suhu tinggi dan waktu yang singkat (High Temperature Short Time).
Pada kasus proses sterilisasi dengan retort bertekanan, media pemanas yang digunakan adalah uap jenuh. Perlu dipastikan bahwa seluruh bagian di dalam retort telah terisi dengan uap jenuh, dan tidak ada lagi udara yang terperangkap di dalam retort. Apabila retort masih memiliki kantong-kantong udara, efisiensi pemanasan akan berkurang dan suhu yang terjadi di dalam setiap bagian retort tidak merata, yang pada akhirnya berakibat pada tidak terpenuhinya kecukupan panas yang dialami oleh bahan pangan selama proses sterilisasi.
Dalam hal ini, prosedur venting dan jadwal venting serta waktu tercapainya come up time sangat penting diperhatikan. Dengan melakukan prosedur venting yang benar, dapat dijamin bahwa retort telah benar-benar terisi uap jenuh secara merata dan memiliki suhu pemanasan yang sama pada setiap bagian di dalam retort. Dengan melakukan pengujian distribusi panas, akan diketahui profil pemanasan pada setiap bagian retort pada saat proses venting dan pemanasan berlangsung. Sehingga melalui pengujian distribusi panas ini dapat ditentukan waktu venting dan come up time yang mencukupi untuk menjamin distribusi panas yang merata di dalam retort. Terjadinya distribusi panas yang merata dipengaruhi juga oleh faktor-faktor antara lain volume uap jenuh yang disuplai, kondisi bagian penyebar uap (steam spreader), serta kondisi peralatan dan perpipaan lainnya pada retort.
Sumber:
www.scribd.com/doc/7005137/ptpThermal
http://docs.google.com/gviewa=v&q=cache:Z3xg9dcm2hUJ:www.unhas.ac.id/gdln/dirpan/pengalengan/